Selasa, 08 Maret 2011


SEJARAH SINTANG [DOKUMEN KERAJAAN SINTANG] TAHUN 1825.

 


 

Desember 2011 oleh GUSTI SUMARMAN, SH.
Sintang-Kota.

 

NASKAH [DOKUMEN] PANGERAN RATU IDRIS KESUMA NEGARA.
SALINAN ASLI.
SURAT PANGERAN RATU IDRIS.

 


 

CAP
"ALWATSQU BILLAHILMALIKI MA'BUT"
PANGERAN RATU IDRIS KESUMA NEGARA
IBNU ALMARHUM RADEN MAHMUD
MENTERI NEGERI SINTANG
1240 [ H ] [ 1824 M ]

 
Hijratinnabi S.A.W. tahun 1241 H [1825 M ] kepada dua belas hari bulan Rajab, kepada hari Kamis waktu Dzuhur, ketika itulah kita Pangeran Ratu Idris Kesuma Negara Ibnu Almaarhum Raden Mahmud Menteri Negeri Sintang menyalin tulisan Almarhum Sulthan Nata Muhamad Syamsuddin yang terdapat di tulisan di atas daun lontar dakwat getah ngelai cerita dari kisah raja- raja dahulu kala.
Syahdan adapun tulisan Sulthan Nata itu adalah demikian:

 

"ALWATSQU BILLAHIL HANNANIL MANNAN"
MAULANA SULTHAN NATA MUHAMAD SYAMSUDDIN

 


 

Hajratinnabi S.A.W. Waba'dah kepada tahun seribu delapan puluh tiga [H] [1672 M], tahun Wau kepada dua belas hari bulan Muharram, kepada hari Isnen waktu Isya ketika itu beta Maulana Sulthan Nata Muhamad Syamsuddin Raja Negeri Sintang membuat jalan kerja urusan agama dan urusan adat di Negeri yang beta ada Rajanya:
Pertama: Membuat masjid untuk sembahyang anak rakyat sekalian.
Kedua : Bikin angkat menteri- menteri Negeri Sintang dan mengatur perintah yang baik berpegang kepada hukum syara'.
Ketiga : Membuat cerita raja- raja dahulu kala dan undang- undang Negeri untuk atur orang- orang bersalah.

 
Akhirul kalam demikian kerja yang beta perintah dan sudah sepakat dengan menteri-menteri Negeri Sintang seperti Penembahan Tindur, Sina Pati Laket, Penghulu Luan dan Petinggi Ugah orang Dayak bangsa Lebang. Tammat adanya.
Waba'dah bermula kisah Pangeran Agung Abang Pincin yaitu Raja yang mula- mula masuk Islam dengan datangnya 2 [dua] orang asing dari Banjar dan Serawak bernama Mohamad Saman dan Enci' Shomad yang ke Sintang membawa ajaran agama Islam. Tetapi baru saja belajar dua kalimah syahdat dan larang makan babi dan minum tuwak serta kawin mati menurut aturan Islam, tidak boleh lagi dikubur dalam rimba pendam.

 
Setelah Pangeran Agung mangkat, maka diganti oleh anaknya Pangeran Tunggal dan waktu itu sudah banyak orang jadi Islam dan sudah mulai belajar sembahyang dan rukun Islam, hanya belum sembahyang Jum'at. Dalam Zaman Pangeran Tunggal baru ada menteri Negeri yaitu Sina Pati Laket orang asal Negeri Sintang.

 
Kemudian Pangeran Tunggal mangkat, maka diganti oleh anaknya yaitu anak saudara diangkat anak bernama Sulthan Mohamad Syamsuddin Raja Islam ke 3 [tiga].

 
Baginda ini dinobatkan jadi raja ketika masih kecil umur 10 tahun karena Pangeran Purba anak Pangeran Tunggal ingkar, maka hak raja jatuh kepada Sulthan Nata [Abang Nata]. Selama baginda masih kecil, perintah dipegang oleh menteri Sina Pati Laket dan setelah baginda berumur 20 [dua puluh] tahun barulah Sina Pati Laket menyerahkan kepadanya sambil dipimpin.

 
Baginda memerintah rakyat bangsa Islam untuk membuat Masjid tempat sembahyang mencari ramu kayu dan baginda sendiri berserta Penghulu Luwan turut kerja berban berpansap1., cuma terhalang karena belum ada tiang belian2. Maka oleh Baginda minta tolong ayahnda Baginda Mangku Milik buat pergi ke Ambaloh negeri asal untuk mengambil kayu tiang belian. Mangku Milik segera mudik dan setelah tiga bulan Ia pun pulang dengan membawa 10 [sepuluh] batang belian besar 3 [tiga] pemangkap3. dua hasta serta panjang.

 
Setelah ada tiang, maka mesjid pun didirikan dengan perkakas kayu lampung seperti dinding sasak buluh dan atap daun lontar serta lantai kulit kakyu entangur4.. Besar masjid cukup untuk 50 [lima puluh] orang sembahyang dan didirikan dekat Istana. Setelah masjid jadi, maka dimulailah mengadakan sembahyang jum'at dengan Penghulu Luwan sendiri yang jadi Imam. Semua Lasykar rakyat Baginda kerahkan untuk ikut sembahyang dan bagi yang tidak mau turut dihukum dan diancam kafir. Demikian kerasnya perintah Baginda dan Baginda juga bersama penghulu Luwan hilir mudik meng- Islamkan orang- orang Dayak.

 
Baginda memerintah turut hukum syara' dan hukum adat bikinan Baginda sendiri siapa melanggar tidak diberi ampun. Baginda meminta kepada rakyat sintang supaya saban sudah anyi5. memberikan upti kepada Baginda beras padi manuk ayam pisang tebu ubi keladi.

 
Selebih permakanan Baginda jual uangnya untuk masjid, karena niat Baginda masjid mau dibaguskan lagi.

 
Baginda memerintah sangat adil karena menurut aturan Islam dan tambah lagi Sina Pati Laket [Senopati Laket] dan Penghulu Luwan orang keras yang gagah berani, sehingga Baginda sangat mudah meng-Islamkan orang- orang Dayak dan orang asing yang menumpang di Negeri Sintang.

 
Karena Baginda sangat kuat percaya kepada Islam, baginda memerintahkan kepada Penghulu Luwan untuk pergi ke Negeri Nenek moyangnya yaitu ke Banjar buat mencari Qur'an karena di Sintang belum ada, Cuma baru ada sedikit surat- surat dalam jus tiga puluh. Penghulu Luwan pergi dan setelah 3 [tiga] bulan Ia pulang. Penghulu Luwan membawa membawa 1 [satu] Qur'an yang sudah disalin di Banjar dikirim dari Sulthan Banjar.

 
Sulthan Nata sangat suka dan disuruh Penghulu Luwan mengajar Qur'an serta Baginda sendiri turut mengaji.

 
Baginda sedang menyiarkan agama Islam, jatuh pada tahun 1150 H [1737 M] Baginda berpulang ke Rahmatullah dan raja diganti oleh Putra Mahkota bernama Ade Abdul Rahman Alias Abang Pikai dan bergelar Sultan Abdurrakhman Muhamad Jalaluddin [1737- 1785].

 
Sulthan Muhamad Jalaluddin ini memerintah dibantu oleh Wazirnya bernama Pangeran Adi Negara anak Penembahan Tindur dan Menteri anak Negeri Sina Pati Turas Bin Sina Pati Lakit serta Penghulu Agama Madil Bin Luwan dan ditambah lagi beberapa orang Kepala adat Melayu dan Dayak.

 
Baginda Sulthan Aman [Abdurrakhman Muhamad Jalaluddin] ini lebih keras perintahnya dan sangat kuat memegang agama Islam. Mesjid peninggalan ayahnda baginda masih dipakai hanya dibesarkan sedikit karena sudah banyak orang Islam. Baginda sampai memerang Raja- raja Silat, Suhaid, Jongkong, Selimbau dan Bunut karena Raja- raja tersebut tidak mau masuk Islam dan kalau ingkar diancam bunuh. Bainda membuat perjanjian diatas sekeping tembaga tanda takluk Raja- raja tersebut dan setiap tahun harus mengantar upti ke Sintang.

 
Di zaman Baginda Sulthan Aman [Abdurrahman Muhamad Jalaluddin] ini datang dua orang dari pulau seberang Pulau Perca, dari Aceh bernama Penghulu Abbas dan dari Negeri Pagaruyung Raja Dangki. Kedua pendatang ini ditahan terus oleh Sulthan dan diangkat penghulu Abbas jadi Penghulu Muda dibawah Penghulu Madil serta Raja Dangki di jadikan Panglima Perang karena Ia termasyhur ilmu penca' silat serta ilmu nujum.

 
Oleh Baginda kedua putra Baginda Raden Mahmud dan Ade Abdul Rasyid diserahkan berdiam di rumah Penghulu Abbas untuk diajar Agama sampai masak. Dalam mengembangkan agama Islam pada tahun 1200 H [1785 M] Baginda Sulthan Aman berpulang ke Rahmatullah dan raja diganti oleh putra yang ke 2 [dua] Ade Abdurrasyid dan bergelar Sulthan Abdurrasyid Muhamad Jamaluddin [785- 1796]. Sedangkan Wazir ialah Raden Mahmud dan bergelar Mangku Negara II serta menteri anak negeri Sina Pati Alam dan Penghulu Agama Penghulu Antat Bin Madil serta Penghulu Abbas guru Baginda sendiri.

 
Masjid peninggalan Nenda Baginda dibongkar karena sudah banyak rusak dan didirikan masjid baru dengan tiang yang lama serta lantai papan dinding papan atap lapis. Besar untuk 200 [dua ratus] orang sembahyang. Agama Islam lebih maju karena kebijakan penghulu Abbas. Baginda ini tidak banyak bicara lebih banyak berhaluat di masjid dan perintah diserahkan penuh kepada Wazirnya Raden Mahmud.

 
Baginda Sulthan Acip [Abdurrasyid Muhamad Jamaluddin] memerintah hanya 10 [sepuluh] tahun dan pada tahun 1211 H [1796 M] Baginda mangkat dan raja diganti oleh putra Baginda yang tua bernama Adi Noh dan bergelar Pangeran Ratu Ahmad Qamaruddin [1796- 1822]. Wazir adalah Kita [Beta] Pangeran [Ratu Idris] sendiri serta Pangeran Kuning, Pangeran Ariya Abang Abbas dan Pangera Ariya Negara Bin Pangeran Adi. Baginda ini memerintah sangat adil dan pula hukum agama dikuat dengan pimpinan Penghulu Antat dan Menteri anak Negeri Sina Pati Alam.

 
Dalam memerintah Baginda ini datang dua orang Ulanda [Belanda], pertama bernama TOBIAS [J.H. TOBIAS] dan kedua bernama DUNGAN [C.J. VAN DEN DUNGEN GRONOVIUS]. Mula- mula oleh Baginda tidak di terima diam di Negeri Sintang, tetapi sesudahnya dapat diizin 2 [dua] hari berlabuh di SUNGAI MASUKA. Atas permintaan Tuan Dungan minta sekerat tanah untuk numpang diam dan oleh Baginda di TOLAK apalagi bersahabat. Sesudah Pangeran Ratu [Pangeran Ratu Ahmad Qamaruddin] meninggal dunia [1822 M], datang lagi Tuan DUNGAN [C.J. VAN DEN DUNGEN GRONOVIUS] dengan Tuan GOLMAN [C.T. GOLDMAN], berbicara dengan PANGERAN ADIPATI dan kita [PANGERAN RATU IDRIS] sendiri, akhirnya jadilah kontrak bersahabat [1823 M]. Sesudah kontrak ini mulai timbul kekacauan di Negeri Sintang sebab PANGERAN KUNING dan PANGERAN ARIYA ABANG ABAS menentang dan bertekat berperang dengan Ulanda [Belanda].

 
Masjid masih menggunakan masjid buatan Sulthan Acip karenamasih baik hanya di perbaiki mana yang rusak. Pemeluk Islam sudah banyak lagi sehingga tidak ada lagi orang yang percaya kepada Dewa dan Semanang. Pangeran Ratu [Raja Sintang] adalah sepupu muda Kita [Pangeran Ratu Idris] sendiri, jadi mudah Kita [Pangeran Ratu Idris] atur perintah kepada anak rakyat.

 
Waba'dah, maka sampai disini cerita Raja- raja untuk tahu anak cucu belakang hari nanti, tammat adanya.

 
Keterangan:
1.Beban berpansap dari Bahasa Senganan: berban = bertukang.
berpansap= menarah/ tarah.
2.Tiang Belian= Tiang Dari Kayu Belian [Ulin].
3.Pemangkap= Pemeluk.
4.Entanggur= Entangor [Bintangor], jenis kayu.
5.Sudah Anyi= Sudah mengetam padi; Anyi= Mengetam [Panen].

 

 
Disalin dari tulisan asli buruf Arab
pada tanggal 12 Januari 1948 oleh saya:
[Alm] OETI HASAN IDRIS IBNU ADE MUHAMAD SAID.

 
Diperbaharui lagi pada tanggal 16 Januari 1981 oleh saya:
[Alm] OETI HASAN IDRIS IBNU ADE MUHAMAD SAID.

 

 
Penjelasan:
Tulisan asli ada didalam buku kumpulan tulisan Pangeran Ratu Idris Kesuma Negara dan karena tulisannya banyak yang sudah koyak [rusak] dimakan rayap, maka saya [Oeti Hasan Idris Ibnu Ade Muhamad Said] salin dengan laten [latin] dengan tidak merubah baik kata- kata maupun susunannya.